Kedamaian Yang Sejati

Seorang Raja mengadakan sayembara dan akan memberi hadiah berlimpah kepada siapa saja yang bisa melukis tentang kedamaian. Ada banyak seniman dan pelukis yang berusaha keras untuk memenangkan lomba tersebut.

Ketika sayembara telah usai, sang Raja berkeliling melihat-lihat hasil karya mereka. Hanya ada dua buah lukisan yang paling disukainya. Tapi, sang Raja harus memilih satu diantara keduanya.

Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang tenang. Permukaan telaganya bagaikan cermin sempurna yang mematulkan kedamaian gunung- gunung yang menjulang tenang disekitarnya. Di atasnya terpampang langit biru dengan awan putih berarak-arak. Semua yang memandang lukisan ini akan berpendapat, inilah lukisan terbaik mengenai kedamaian.

Lukisan kedua menggambarkan pegunungan juga. Namun tampak kasar dan gundul. Di atasnya terlukis langit yang gelap dan merah menandakan turunnya hujan badai, sedangkan tampak kilat menyambar-nyambar liar. Di sisi gunung ada air terjun deras yang berbuih-buih, sama sekali tidak menampakkan ketenangan dan kedamaian.

Tapi, sang Raja melihat sesuatu yang menarik, di balik air terjun itu tumbuh semak-semak kecil diatas sela-sela batu. Di dalam semak-semak itu seekor induk burung pipit meletakkan sarangnya. Jadi, ditengah-tengah riuh rendahnya air terjun, seekor induk pipit sedang mengerami telurnya dengan damai. Benar-benar damai.

Lukisan manakah yang memenangkan lomba?

Sang Raja memilih lukisan nomor dua.

“Wahai Raja, kenapa Raja memilih lukisan nomor dua?”

Sang Raja menjawab, “Kedamaian bukan berarti kau harus berada di tempat yang tanpa keributan, kesulitan atau pun pekerjaan yang keras dan sibuk. Kedamaian adalah hati yang tenang dan damai, meskipun kau berada di tengah-tengah keributan luar biasa.”

Pengorbanan Seorang Istri

Sebuah kapal pesiar mengalami kecelakaan di laut dan akan segera tenggelam. Sepasang suami istri berlari menuju sekoci untuk menyelamatkan diri. Sampai di sana, mereka menyadari bahwa hanya ada tempat untuk satu orang yang tersisa. Segera sang suami melompat mendahului istrinya untuk mendapatkan tempat itu. Sang istri hanya bisa menatap kepadanya sambil meneriakkan sebuah kalimat sebelum sekoci menjauh dan kapal itu benar-benar menenggelamkannya.

Guru yang menceritakan kisah ini bertanya pada murid-muridnya, “Menurut kalian apa yang diteriakkan sang istri?”

Sebagian besar murid-murid itu menjawab:

“Aku benci kamu!”

“Kamu tahu aku buta!!!”

“Kamu egois!”

“Nggak tahu malu!”

Guru itu kemudian menyadari ada seorang murid yang diam saja. Guru itu meminta murid yang diam saja itu menjawab. Kata si murid, “Guru, saya yakin si istri pasti berteriak, ‘Tolong jaga anak kita baik-baik.’”

Guru itu terkejut dan bertanya, “Apa kamu sudah pernah mendengar cerita ini sebelumnya?”

Murid itu menggeleng, “Belum. Tapi itu yang dikatakan oleh mama saya sebelum dia meninggal karena penyakit kronis.”

Guru itu menatap seluruh kelas dan berkata, “Jawaban ini benar. Kapal itu kemudian benar-benar tenggelam dan sang suami membawa pulang anak mereka sendirian.”

Bertahun-tahun kemudian setelah sang suami meninggal, anak itu menemukan buku harian ayahnya. Di sana dia menemukan kenyataan bahwa, saat orangtuanya naik kapal pesiar itu, mereka sudah mengetahui bahwa sang ibu menderita penyakit kronis dan akan segera meninggal. Karena itulah, di saat darurat itu, ayahnya memutuskan mengambil satu-satunya kesempatan untuk bertahan hidup. Dia menulis di buku harian itu, “Betapa aku berharap untuk mati di bawah laut bersama denganmu. Tapi demi anak kita, aku harus membiarkan kamu tenggelam sendirian untuk selamanya di bawah sana.”

Cerita itu selesai. Dan seluruh kelas pun terdiam. Guru itu tahu bahwa murid-muridnya sekarang mengerti moral dari cerita tersebut, bahwa kebaikan dan kejahatan di dunia ini tidak sesederhana yang sering kita pikirkan. Ada berbagai macam komplikasi dan alasan di baliknya yang kadang sulit dimengerti. Karena itulah kita seharusnya jangan pernah melihat hanya di luar dan kemudian langsung menghakimi, apalagi tanpa tahu apa-apa.

Mereka yang sering membayar untuk orang lain, mungkin bukan berarti mereka kaya, tapi karena mereka menghargai hubungan daripada uang.

Mereka yang bekerja tanpa ada yang menyuruh, mungkin bukan karena mereka bodoh, tapi karena mereka menghargai konsep tanggung jawab.

Mereka yang minta maaf duluan setelah bertengkar, mungkin bukan karena mereka bersalah, tapi karena mereka menghargai orang lain.

Mereka yang mengulurkan tangan untuk menolongmu, mungkin bukan karena mereka merasa berhutang, tapi karena menganggap kamu adalah sahabat.

Mereka yang sering mengontakmu, mungkin bukan karena mereka tidak punya kesibukan, tapi karena kamu ada di dalam hatinya.

Mereka yang sering menyanjungmu setinggi langit, mungkin bukan karena engkau pahlawan, tapi mungkin karena mereka memaafkan keburukanmu.

Mereka yang selalu menghinamu dan menghakimimu, mungkin bukan karena mereka membencimu, tapi karena mereka ingin menguji ketulusan cintamu.

Problems

One cannot say that their life is problem free. You can have as much money as you want, but you will still have some problems. You can be as religious as you want, you will still be faced with a problem. Don’t say to me that God is so good, He will let you through the safe route to heaven. Take a look on Job, so religious yet had problems. Ever seen a man with the whole world chasing him or blocking him from his goal, yet he face it and play his own sound? Scott Pilgrim is the man! Well, that’s a fictional character, but that’s not the point.

You can be called whatever it is by people. Those are only problems and words placed in you. If you don’t like it, then check your self. If it is true, don’t stick with their label and change yourself. If wrong, then rise up and prove them wrong in their face!

You can search on Dashrath Manjhi, the Mountain Man. Mountain blocked his path, then he cut through the mountain. In the end along with a big dedication and spirit and commitment, he showed up as a winner. Man versus a mountain, yet you only face daily struggles like too sweet coffee. Jesus once said, “Because you have so little faith. Truly I tell you, if you have faith as small as a mustard seed, you can say to this mountain, ‘Move from here to there,’ and it will move. Nothing will be impossible for you.” If you do not believe in Jesus, well, I don’t want to force you. But here, his word came true.

You see, why the image of this post is a man surfing on a big wave? because that big wave could be a big problem to anyone. I am not telling you do surf when tsunami is coming. I am telling you, that if you only look on how you deal with the problem, anything seemed to be easy.

Report is late because the data is dirty, then try to fix it manually when the tech guy fix the system. Blaming and being angry wont take you anywhere anyway, right?! When the system is down and you had to process your transactions, have a gut and suggest to use the backup system immediately rather than sit around and panic like a duck losing its mother. One precious thing that I learn from my job experience. When you had problems, you can only face it. You can run, but you can’t hide. So you better run to take a better equipment to face it rather than keep running and fall to death.

Bad things do happened to people. Deal with it, break through it, smash it to the ground, make it your vitamin! Even comeback is real in DotA2! And losing is not bad as long as you give a good fight!

Source: www.adityayedija.com

Berapa Lama Nama Anda Bisa Diingat?

Film yang ditayangkan pada malam itu sepertinya berjudul Bridge produk Yugoslavia. Dia sedang berjalan akan memasuki gedung bioskop, tiba-tiba datang seorang anak muda mencegatnya. Anak muda ini kelihatannya sangat tergesa-gesa, dia berkata, “Kakak, maukah Anda menjual karcis bioskop Anda kepada saya? Karena tiket di loket telah habis terjual.” Dia tercengang dan agak berkeberatan.

Melihat keadaan ini, raut wajah si pemuda menjadi murung, dia melanjutkan berkata, “Kami datang dari desa, saya berkeinginan mengajak ibu saya menonton film.”

Oleh karena hati pemuda ini terlihat sangat berbakti pada kedua orang tuanya, maka dia akhirnya dengan ikhlas telah menyumbangkan tiket bioskopnya kepada pemuda itu, diberikan gratis. Pemuda itu selain mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepadanya, juga dengan serius telah menanyakan namanya.

Ini merupakan suatu pemandangan yang sangat biasa di dalam kehidupan masyarakat yang sangat sibuk dan ramai. Puluhan tahun telah berlalu, peristiwa tersebut sudah hampir dia lupakan. Pada suatu hari, ketika dia sedang berjalan, tiba-tiba terdengar seseorang memanggil namanya dengan perlahan-lahan. Dia melihat seseorang paruh baya dengan muka penuh seyuman sedang berdiri di depannya.

Orang paruh baya itu berkata, “Kakak, apakah Anda masih ingat dengan tiket film yang Anda berikan kepada saya puluhan tahun yang lalu?”

“Ketika itu saya datang dari desa, menemani ibu saya untuk berobat. Ibu saya sedang sakit keras, karena saya takut ibu tidak ada harapan setelah dari operasi, maka saya ingin mengajak dia untuk menonton film.”

“Hari itu, sudah banyak orang yang menolak permohonan saya. Hanya Anda, dengan belas kasih mau memberikan tiket itu kepada saya.”

“Tahukah Anda, setelah operasi, ibu saya bisa memperpanjang hidupnya selama satu tahun. Dalam satu tahun itu, setiap kali ketika dia dengan bahagia mengatakan kalimat “Saya pernah nonton film di kota”, dengan penuh rasa berterima kasih di dalam hati saya berulang-ulang menyebutkan nama Anda.”

“Ya begitulah Kak, sudah bertahun-tahun, saya selalu tak bisa melupakan.”

Ini adalah kisah yang diceritakan oleh ayah teman saya kepada kami di dalam suatu jamuan makan.

Kali itu, dengan nada agak mengeluh dengan sayu dia berkata, “Saya hanya melakukan hal yang demikian kecil, namun telah membuat seseorang yang belum pernah saya kenal sebelumnya mengingat nama saya, selama bertahun-tahun.”

“Sebenarnya, sesaat ketika dia memanggil nama saya, saya masih merasakan semacam kebahagiaan yang tidak dapat diutarakan. Yang saya maksud adalah, perjalanan hidup kalian di kemudian hari masih sangat panjang, berapa lamakah Anda bisa membuat benak orang lain mengingat nama Anda?”

Sepatah kata yang mengejutkan hati. Memang betul, di dalam dunia ini terdapat banyak sekali nama orang yang sirna tertiup oleh angin dari perjalanan waktu, dan nama-nama lain, karena kasih pengorbanan dan pemberian dari kasih, telah menjadi monumen yang tak tergoyahkan di dalam terpaan angin.

Sumber: The Epoch Times – Christine Lin

Ibu Yang Bijak

Seorang anak bertanya kepada Mamanya, “Ma, mama temanku membiarkan nyamuk menggigit tangannya sampai kenyang agar tidak menggigit anaknya. Apakah Mama juga akan melakukan hal yg sama?”

Si Mama tertawa, “Tidak. Tetapi Mama akan mengejar setiap nyamuk sepanjang malam agar tidak sempat menggigit siapapun.”

“Oh iya. Kubaca tentang seorang mama yang rela tidak makan agar anak-anaknya bisa makan kenyang. Akankah Mama melakukan hal yg sama?”, si anak kembali bertanya.

Dengan tegas Mamanya menjawab, Mama akan bekerja keras agar kita semua bisa makan kenyang dan kamu tidak harus sulit menelan karena melihat Mama menahan lapar.

Si anak tersenyum, “Aku bisa selalu bersandar padamu Mama.”

Si Ibu kemudian berkata, “Tidak Nak! Mama akan mengajarmu berdiri kokoh di atas kakimu sendiri agar tidak harus jatuh tersungkur ketika suatu saat nanti Mama harus pergi meninggalkanmu.”

Penerapan:
Seorang Mama yang bijak bukan hanya menjadikan dirinya tempat bersandar tetapi juga bisa membuat sandaran tersebut tidak lagi diperlukan.

Scientist Funeral Speech

“When does a man die? When he is hit by a bullet? No! When he suffers a disease? No! When he ate a soup made out of a poisonous mushroom? No! A man dies when he is forgotten!”
-Dr. Hiluluk-

It is funny when we thought that someone is dead and we are all wrong. If we make an inspection, we know that the person is dead when his heart stops beating. It is quite true if we call the person is dead. Somehow, there are things that make them is not dead at all.

Technically, we store every memories with the person we love. Nerves that we have can easily triggers the memories. Sight will bring back the love memories. Smell will bring back the sad and romantic memories. And if someone had blood bonds biologically is a half copy of the dead person. In some extreme ways, the bone cells can be used, though to make a DNA copy and recreate the dead person.

Technically, we are emanating energy to everything around us. Those energies are some stored in people around us, specially those who are close to us. Remember that energy cannot be destroyed, then it made us live in others immortally. Knows that we are bouncing every photons that ever touch our skin. Those photons have the exact copy of our appearance, and again, as long as we are not die around a dark matter, we can quite sure that the photon is not destroyed.

No one has ever really died. No one, based on the theory above. And somehow we all live forever.

Source: www.adityayedija.com

Seorang Kakek Kehilangan Kuda

“Adakalanya kerugian menjadi awal keberuntungan; sebaliknya, keberuntungan menjadi awal kerugian.”
-50 Chinese Wisdom-

Alkisah di daerah utara China yang berbatasan dengan suku penggembala, hiduplah seorang kakek dengan anaknya. Mereka tinggal di sebuah rumah dan memelihara seekor kuda.

Suatu hari kuda mereka hilang, lari jauh melewati daerah perbatasan. Mendengar kabar ini, para tetangga berdatangan menyatakan rasa simpati dan menghibur mereka. Kakek itu berkata, “Terima kasih, Saudara sekalian. Saya pribadi beranggapan bahwa hilangnya kuda ini bukan tak mungkin dapat membawa suatu berkah.”

Beberapa bulan kemudian kudanya kembali dengan membawa seekor kuda lagi. Para tetangganya pun berdatangan untuk memberi selamat. Kali ini si kakek berkata, “Walaupun mendapatkan seekor kuda, tidak berarti hal ini suatu keberuntungan. Bisa saja kuda ini membawa bencana.”

Suatu hari, anaknya mencoba menunggang kuda tersebut, namun jatuh dan kakinya patah. Para tetangga berdatangan lagi, kali ini untuk menyatakan rasa simpati. Namun kakek itu berkata, “Bagaimana kalian yakin kejadian ini sesuatu yang buruk?”

Tidak lama setelah peristiwa itu, suku pengembara menyerang China bagian utara. Setiap pemuda yang sehat wajib ikut berperang untuk membela negara. Karena kaki anak itu patah, ia terlepas dari wajib militer dan selamatlah nyawanya. Mereka yang ikut berperang, hampir semuanya gugur.

Penerapan:

Manakah yang untung dan manakah yang rugi? Semua hal ada untung-ruginya. Oleh sebab itu janganlah terlalu bersedih bila Anda mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan, seperti kehilangan dan kegagalan. Siapa tahu hal itu merupakan awal dari suatu keberuntungan?

Kita sering mendengar istilah “untungnya Indonesia”. Istilah itu menyiratkan makna bahwa orang yang mengucapkannya melihat sisi positif peristiwa yang terjadi. Misalnya, orang yang tertabrak sepeda motor masih dibilang untung, “Untung kakinya tidak patah.” Kalau pun kakinya patah satu, masih juga dibilang untung, “Untung tidak patah dua-duanya.” Bahkan kalau kedua kakinya patah, masih juga dibilang untung, “Untung tidak mati.”

Jadi, dalam setiap ketidakmujuran masih mungkin terselip keberuntungan. Tergantung kita, apakah kita mampu melihat dan menemukan titik keberuntungan itu, atau tidak.

Kalau Anda ingin merasakan kebahagiaan, sekali-sekali Anda perlu melihat dan membandingkan keadaan diri Anda dengan keadaan mereka yang lebih menderita. Niscaya Anda akan merasa lebih beruntung, lebih berbahagia, dan lebih bersyukur.

Ketika kakek kehilangan kuda, siapa yang tahu hal itu adalah keberuntungan?

Untuk Segala Sesuatu Ada Waktunya

[1] Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.
[2] Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;
[3] ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun;
[4] ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;
[5] ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk;
[6] ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang;
[7] ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara;
[8] ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.
[9] Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah?
[10] Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya.
[11] Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.
[12] Aku tahu bahwa untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka.
[13] Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah.
[14] Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia.
[15] Yang sekarang ada dulu sudah ada, dan yang akan ada sudah lama ada; dan Allah mencari yang sudah lalu.

Inilah Harapanku Untukmu

Tatkala kita berusaha menyediakan hal-hal yang baik saja bagi anak-anak kita, terkadang hal itu justru membuat mereka makin buruk.

Untuk cucu-cucuku, aku tahu apa yang lebih baik bagi mereka.

Aku ingin mereka menghargai pakaian bekas, es krim buatan sendiri, dan potongan daging sisa makanan mereka. Aku sungguh berharap demikian.

Cucuku yang tercinta, kuharap engkau dapat belajar tentang kerendahan hati melalui penghinaan yang kau terima dan belajar kejujuran dari pengalaman tertipu.

Kuharap engkau belajar merapikan tempat tidurmu sendiri, memotong rumput, dan mencuci mobil dan kuharap tak ada orang yang memberimu mobil baru ketika engkau baru berumur 16 tahun.

Dan, kuharap setelah itu engkau mendapat pekerjaan yang baik.

Alangkah baiknya kalau setidak-tidaknya sekali waktu engkau bisa melihat lahirnya seekor anak sapi atau melihat anjing tuamu tertidur.

Kuharap engkau pernah mendapatkan memar hitam di matamu karena membela sesuatu yang kau yakini.

Kuharap engkau mau berbagi tempat tidurmu dengan adik lelakimu. Dan, boleh-boleh saja engkau membuat garis pemisah di kamar tidur kalian, tetapi ketika ia ingin menyelusup di balik selimut bersamamu karena ketakutan, kuharap engkau mengizinkannya.

Dan, ketika engkau ingin menonton film Disney dan adik kecilmu ingin ikut serta, kuharap engkau mau mengajaknya.

Kuharap engkau dapat menjalani kesulitan berat bersama teman-temanmu dan tinggal di sebuah kota dimana engkau dapat menjalaninya dengan aman.

Dan, bila hari-hari hujan dan engkau harus diantar dengan mobil, kuharap supirmu tidak perlu menurunkanmu sejauh dua blok karena engkau tak mau terlihat diantar mobil sehingga engkau diolok-olok sebagai “anak mami”.

Kalau engkau menginginkan sebuah ketapel, kuharap ayahmu mengajarimu cara membuatnya, dan bukan membelinya. Kuharap engkau mau belajar keras dan membaca buku, dan ketika engkau belajar menggunakan komputer canggihmu, engkau pun juga harus tetap belajar berhitung dan membagi dengan otakmu sendiri.

Kuharap engkau digoda oleh teman-temanmu ketika pertama kali terpikat pada seorang gadis, dan ketika engkau membantah ibumu, kuharap engkau dapat belajar karena mulutmu dicuci dengan sabun.

Semoga lututmu terkelupas ketika mendaki gunung, tanganmu terbakar tungku perapian, dan lidahmu melekat pada tiang bendera yang membeku.

Kuharap engkau tersinggung ketika seorang tua bodoh meniupkan asap rokok ke wajahmu. Aku tak peduli kalaupun engkau pernah mencoba-coba mencicipi bir, tetapi kuharap engkau tidak akan menyukainya. Dan, jika seorang teman mengajakmu ke tempat-tempat terlarang atau mencoba obat bius, kuharap engkau cukup pintar untuk menyadari bahwa ia tidak pantas menjadi temanmu.

Tentu aku berharap engkau menyediakan waktu untuk duduk di bangku taman bersama kakekmu atau memancing bersama pamanmu. Semoga engkau dapat merasakan dukacita pada upacara perkabungan dan sukacita pada hari libur.

Kuharap ibumu menghukummu ketika engkau melemparkan bola bisbol ke jendela rumah tetangga dan semoga ibumu memelukmu dan menciumimu pada hari Natal, ketika engkau memberinya gips cetakan buatanmu.

Inilah harapanku untukmu agar engkau mengalami masa-masa sukar dan kekecewaan, kerja keras, dan kebahagiaan.

by: Paul Harvey

Kontes Kecantikan

Sebuah perusahaan produk kecantikan berhasil meminta orang-orang di sebuah kota besar untuk mengirimkan foto dan surat singkat tentang wanita tercantik yang mereka kenal. Dalam jangka waktu beberapa minggu saja, ribuan surat dikirimkan ke perusahaan itu.

Salah satu surat secara khusus menarik perhatian pegawai perusahaan itu, yang dengan segera menyerahkannya kepada presiden direktur perusahaan itu. Surat itu ditulis oleh seorang anak muda yang jelas berasal dari keluarga yang berantakan dan tinggal di suatu kawasan kumuh. Dengan banyak koreksi ejaan, sebuah petikan dari suratnya berbunyi demikian, “Seorang wanita cantik tinggal di seberang jalan rumah saya. Saya mengunjunginya setiap hari. Ia membuat saya merasa bagaikan seorang anak yang paling berharga di dunia ini. Kami bermain halma berdua dan ia mendengarkan masalah saya. Ia memahami saya dan setiap kali saya meninggalkan rumahnya ia selalu berteriak sampai terdengar ke luar pintu bahwa ia bangga terhadap saya.”

Anak itu mengakhiri suratnya dengan berkata, “Foto ini akan menunjukkan kepada Anda bahwa ia adalah wanita tercantik. Semoga saya mempunyai istri secantik dia.”

Karena penasaran, sang presiden direktur ingin melihat foto wanita itu. Sang sekretaris mengulurkan foto seorang wanita yang semua giginya sudah ompong. Ia sedang tersenyum. Usianya cukup tua, dan ia sedang duduk di kursi roda. Rambut abu-abunya yang sudah jarang ditarik ke belakang, membentuk semacam sanggul. Alur-alur keriput di wajahnya entah bagaimana tersamarkan oleh sinar di matanya.

“Kita tak dapat memakai wanita ini,” sang presiden direktur menjelaskan, sambil tersenyum.” Ia justru akan menunjukkan kepada dunia bahwa produk kita tidak diperlukan agar seorang wanita bisa menjadi cantik.”

by: Carla Muir