Tenyu Maru No.2

Kisah ini benar-benar nyata dan saya sempat mencari tahu keaslian kapal tersebut. Di akhir cerita saya akan mencantumkan foto kapal misterius itu beserta lokasinya. Sedikit spoiler, www.marinetraffic.com adalah situs resmi untuk mengecek keberadaan kapal dan posisi kapal dengan hanya memasukkan nama kapal. Saya sudah mengecek kapal misterius tersebut dan hasilnya… Jeng… jeng… jeng… jeng… (Symphony No.9 – Beethoven).

Marine Traffic - Tenyu Maru No.2
Marine Traffic – Tenyu Maru No.2

Anda bisa mengeceknya sendiri disini. Kapal itu memang ada dan dinyatakan hilang. Nama kapal dan penyebab hilangnya akan saya ungkap di akhir cerita.

Chapter I

Perkenalkan nama saya Fahmy, saya adalah seorang pelaut. Saya bekerja di sebuah kapal reefer buatan Jepang 1989 (kapal dengan ruang pendingin untuk menyimpan ikan). Tujuan kapal kami berlayar adalah untuk mengumpulkan ikan yang di tangkap dari kapal longline (kapal penangkap ikan). Kapal kami biasa menerima muatan ikan di laut/samudra dan biasanya kami menerima muatan ikan sampai 20 kapal. Kami tidak hanya menerima ikan, namun kadang memberi suplai makanan atau bahan bakar ke kapal longline, maklum kapal longline biasanya balik ke daratan setelah 3-6 bulan bahkan ada yang 1-2 tahun.

Setelah 3 bulan, akhirnya kami selesai serah terima muatan dengan kapal terakhir, kapal kami pun harus kembali ke Jepang, tepatnya kota Shimizu untuk bongkar muatan di pelabuhan itu. Tiga hari perjalanan menuju Jepang lancar terkendali. Pukul 23.00, saat itu hujan deras, kami mendapat emergency calling (pangilan darurat Channel 16) dari radio. Kira-kira letaknya ada di koordinat 34.482600,174.662726. Klik disini untuk melihat lokasi di Google Maps.

Isi panggilan tersebut kira-kira seperti ini setelah saya terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

KR = Kapal Reefer / Kapal Saya
KL = Kapal Longline

KL: Siapa saja tolong jawab pangilan kami, kami sedang dalam keadaan darurat.
KR: Kami kapal reefer menerima pangilan, silahkan.
KL: Kapal kami mendapat musibah, hari ini salah satu crew kami tewas karena sakit, mohon bantuannya untuk dibawa ke darat, karena kapal kami tidak memungkinkan sampai ke darat secepatnya.
KR: Tolong sebutkan lokasi Anda, kami akan segera kesana.
KL: Kapal kami berada 1 mil di belakang kapal Anda.

Jujur, perwira jaga yang menerima pangilan itu terkejut, karena di radar tidak ada satupun kapal. Perwira itu langsung memanggil kapten untuk memberitahu apa yang terjadi. Kapten juga heran karena selama 40 tahun dia berlayar belum pernah dia melihat kapal longline yang tidak terdeteksi radar. Namun pikiran kapten saat itu mungkin radar lagi rusak.

Kapten memerintah crew-nya untuk kembali dan memastikan keberadaan kapal itu. Dan benar kapal itu ada, namun kondisinya kurang baik karena banyak lampu yang padam. Kapten pun memanggil kapten kapal tersebut dengan radio.

Pembicaraan menggunakan Bahasa Jepang, karena kapten kami juga orang Jepang. Isi pembicaraannya kira-kira seperti ini setelah saya terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

KR = Kapten Kapal Reefer / Kapten Saya
KL = Kapten Kapal Longline

KR: Selamat malam, mohon nyalakan lampu di kapal Anda karena sangat sulit untuk membawa mayat tersebut.
KL: Kami sedang mendapatkan masalah di generator dan kami sedang memperbaikinya.
KR: Baiklah, kami akan menggunakan lampu sorot kami untuk meneranginya.
KL: Silahkan, tapi jangan menyorot lampu ke anjungan kami.

Pikiran kapten waktu itu masih memaklumi. Yang aneh adalah, mayat itu sudah diletakkan di luar kapal yang sudah dibungkus dengan jaring agar bisa langsung diangkut dengan crane dari kapal kami. Prosedur seharusnya adalah, sesama kapten harus bertemu dan menandatangani surat serah terima mayat, namun karena kondisi yang tidak memungkinkan, kami pun bergegas secepatnya.

Disana ada 1 orang yang menyambungkan mayat itu ke crane kami, dia menggunakan jas hujan dengan kupluk yang membuat kami sama sekali tidak bisa melihat mukanya, karena kapal kami jauh lebih tinggi. Kru kapal kami sempat bertanya dengan Bahasa Jepang ke orang tersebut. Mereka menanyakan apa yang terjadi, tapi orang itu hanya diam dan menunjuk jarinya ke langit, itu tanda untuk secepatnya mengangkat mayat tersebut.

Setelah sampai di kapal kami, hanya 2 orang saja yang membawa mayat itu untuk disimpan ke freezer bersama ikan-ikan agar tetap awet. Dua orang tadi adalah orang yang berani, karena kami sudah pada takut, sebab di Samudra Pasifik ini memang angkernya luar biasa. Cerita samudra ini sudah banyak, salah satunya film Pearl Harbor (Cari di Google) film perang kisah nyata.

Dua orang teman kami tadi bercerita bahwa mayat yang mereka bawa itu seperti orang biasa. Bahkan lebih sehat. Mungkin karena mayat ini baru tewas beberapa jam.

Setelah beberapa jam, kapal kami melanjutkan perjalanan menuju Jepang, namun situasi lebih mencekam, saya biasanya jaga sendiri di kapal, sekarang saya minta 2 orang untuk menjaga kapal selama berlayar.

Setelah hari itu banyak sekali masalah yang datang. Contohnya suara mesin kami berbeda sekali dengan biasanya. Terkadang suara mesin kapal kami jelas terdengar seperti suara tertawa cekikikan. Di ruang makan kami ada boneka kimono asli Jepang. Sebelumnya saya merasa biasa saja kalau tengah malam lapar terus lewat dapur, tapi setelah adanya mayat di kapal kami, saya merasa boneka tersebut seperti melihat saya. Saya pernah melihat ke cermin yang mengarah langsung ke boneka itu, sumpah baru kali itu saya merinding sampai hampir lari, karena mata boneka itu beneran ngelihatin saya. Teman saya yang lain juga bercerita sering merasa aneh kalau lewat dapur akhir-akhir ini.

Setelah berunding sepakatlah kami untuk memindahkan cermin dan boneka itu ke ruang hospital. Sialnya disamping hospital itu adalah kamar saya. Setiap saya tukar jaga pukul 12 malam, teman saya selalu membangunkan saya pukul 23.30 untuk jaga bersama. Suatu malam pintu kamar saya digedor teman saya buat jaga bersama, tapi ketika saya melihat jam, ternyata sudah pukul 23.59. Saya kaget karena telat bangun. Sampai ruang mesin saya mau minta maaf sama teman saya karena bangun telat, tapi sebelum saya berbicara, teman saya berkata seperti ini, “Wih Bro… Sorry ya, tadi saya nggak sempat bangunin, saya langsung cek mesin jadi belum sempat gedor kamar kamu.” (WTF, terus siapa yang gedor kamarku tadi. ?)

Awalnya saya nggak percaya, paling dia iseng, tapi teman saya ini orangnya serius mulu, jarang bercanda. “Saya nggak gubris tuh,” kata saya dalam hati, paling orang lain yang gedor pintu saya.

Nggak lama, teman saya minta izin ke kamar mandi yang berada tepat di belakang saya. Disinilah hal yang bikin saya percaya keberadaan makhluk halus, teman saya yang tadi ke kamar mandi muncul dari pintu masuk sambil kucek-kucek mata dan berkata, “Bro maaf ya, aku baru bangun.”

Dari situ saya langsung buka kamar mandi, benar aja tuh kamar mandi kosong. Saya tanya ke teman saya, “Bro lu serius baru bangun? Sumpah gua nggak bohong, tadi lu kan dari nih kamar mandi.”

Teman saya cuma bilang gini sama saya, “Lah Mas gimana sih, saya aja tadi dibangunin sama Mas.”

Sumpah, detik itu juga saya merasa seperti mimpi horor. Dan perjalanan kami tinggal 2 hari sebelum sampai pelabuhan.

Chapter II

Jatah jaga untuk saya sebagai perwira jaga yaitu jam 12-16 dan 00-04. Jam yang dibenci banyak pelaut karena sudah pasti jarang untuk tidur teratur. Setelah malam kejadian yang teman saya katanya dibangunin sama saya waktu itu, kami berinisiatif untuk bangun lebih cepat dan menyalakan alarm masing-masing, agar kami tidak perlu saling menggedor-gedor kamar lagi.

Hari ke-2 sebelum sampai…

Kami memang sudah mendapatkan kabar 5 hari yang lalu bahwa akan ada badai beserta ombak yang melewati jalur pelayaran kami. Kami punya 2 opsi, yaitu:

  1. Menambah kecepatan kapal agar kami sampai sebelum badai datang.
  2. Memperlambat kapal agar badai dapat melalui kapal kami tanpa berpapasan.

Opsi yang pertama kurang baik, karena kami butuh bahan bakar lebih banyak, ditambah kondisi mesin yang saat itu kurang baik, takutnya kapal mendapatkan masalah dan mesin mati di jalur yang dilewati badai. Kalau itu terjadi tamatlah kami.

Opsi kedua lebih baik, yaitu menunggu badai lewat. TAPI… ada TAPI-nya, kapal bakalan terlambat sekitar 1 hari. Jadi perjalanan menuju pelabuhan bertambah menjadi 3 hari. Dalam hati saya bilang gini, “Anjrittt!!! Dua hari aja jantung gua udah mau copot gara-gara gangguan kemarin, ini malah nambah 1 hari lagi.”

Hari kedua untuk kedua kalinya…

Kapal kami masih diam di tempat untuk menunggu badai lewat, untungnya tidak hanya kapal kami yang ada disana tapi banyak juga kapal lain yang menunggu disana. Pukul 22.00, kami menerima fax dari kantor langsung ke kapten yang isinya menyatakan badai sudah berlalu. Kami pun melanjutkan perjalanan, sisa dari badai masih sedikit menyisakan beberapa ombak yang cukup besar. Pukul 23.30, alarm saya berbunyi, saya pun bangun untuk siap-siap jaga dengan kondisi kapal miring 15° ke kiri dan ke kanan. Saya bersyukur hari ini nggak ada gangguan lagi, sekarang jam menunjukkan pukul 01.30, ombak semakin besar, saya cek clinometer (alat ukur kemiringan kapal) menunjukkan kemiringan 25°. Kalau saya gambarin, miringnya ini mirip sama Kora-Kora yang di Dufan. Itu artinya saya harus balik ke kamar untuk mengamankan barang-barang saya yang ada di atas meja, seperti laptop dan barang yang gampang pecah lainnya. Saya dan teman saya gantian pergi ke kamar.

Larilah saya menuju kamar saya yang berada 3 lantai dari ruang mesin. Sebelum saya masuk kamar saya, otomatis saya harus melewati hospital room, yang isinya boneka kimono yang kemarin ngelihatin saya. Ketika melewati hospital room itu, saya lari secepat-cepatnya kayak The Flash. Akhirnya saya masuk juga ke kamar tanpa gangguan. Tapi nafas ngos-ngos-an kayak dikejar anjing Brimob (hehehe lawak dikit dulu). Dan benar saja… laptop saya sudah ke banting dan LCD-nya rusak. Dan sebelum saya balik ke ruang mesin, ada suara pecahan kaca dari kamar sebelah saya. Jantung saya makin berdebar-debar (Dalam hati saya, “Apakah ini yang dinamakan cinta?”), pecahan kaca itu jelas berasal dari hospital room. Saya buka kamar saya pelan-pelan sambil ngintip tapi nggak ada apa-apa. Okelah, saya beranikan diri untuk melewati ruangan itu tanpa mikir yang aneh-aneh.

Ketika saya lewat tepat di pintu hospital, kapal serasa bertambah miring… dan… gubrakkkk… suara pintu hospital terbuka karena kapal terlalu miring yang membuat saya lemas tanpa kata-kata, badan saya juga terdorong masuk ke hospital. Untungnya saya masih bisa menahan menggunakan tangan saya ke pintu, jadi posisi saya tepat di depan pintu dengan tangan terbuka lebar menahan kuatnya ombak, disana saya melihat dengan jelas pecahan kaca dan boneka kimono di depan saya (rasanya kayak mau melambaikan tangan ke kamera). Namum kata-kata untung itu nggak berlangsung lama, karena otomatis kapal akan miring ke sisi satunya. Ya, setelah miring ke kanan, pasti bakalan balik miring ke kiri. Dan… disinilah ketakutan extreme datang, boneka kimono yang ada di dalam ikut bergeser ke arah saya yang tadi menahan badan. Jelas mata ketemu mata, jelas ini bukan mimpi, dan saya cuma bisa pasrah dan berdoa. Dan ketika boneka itu menuju ke posisi dimana saya berdiri dengan kedua tangan ibaratnya terikat, pintu hospital langsung tertutup keras, karena memang kapal sudah miring ke kiri. Dan ini saya gunakan sebagai kesempatan emas buat ngebirit ke kamar mesin. Dan saya masih bisa melihat ke belakang, namun ketika kapal miring ke sebelah kanan lagi, pintu hospital itu nggak terbuka padahal seharusnya terbuka.

Saya menceritakan hal yang terjadi tadi ke teman saya, tapi sebelum menceritakannya saya pastikan dulu apakah dia itu beneran teman saya atau bukan. Saya pegang dan saya jambak, dia pun berteriak, berarti dia beneran orang. Takutnya saya kena jebmen lagi.

Teman saya beruntung karena kamarnya berada di lantai yang berbeda dengan hospital. Saya minta izin sama dia buat tidur bersama kalau malam dan teman saya mengiyakan, tapi cuma sampai kapal berlabuh.

Paginya kami mengecek ramai-ramai ke hospital. Bener aja, kaca sama boneka sudah berhamburan. Kacanya pecah dan bonekanya ada di kolong tempat tidur.

Hari terakhir, beberapa jam sebelum sampai pelabuhan…

Jelas ada rasa senang dan takut sebab sudah 3 bulan kaki kami nggak menginjak tanah. Kapten pun meminta orang kantor untuk menyiapkan ambulance agar proses pemindahan mayat tersebut berjalan lancar.

Note: Selanjutnya saya akan menyingkat orang kantor tersebut menjadi Agent.

Agent hanya mengucapkan, “Iya,” kepada kapten.

Kapten kami menyuruh crew kapal untuk membawa mayat keluar dari ruang pendingin. Dua orang teman kami yang pemberani pun siap mengangkut mayat tersebut, karena situasi waktu itu masih siang, kami para crew pun beramai-ramai membantu mengangkat mayat tersebut. (Ya iyalah, kalau malam hari saya yakin nggak akan seramai ini yang bantuin.)

Sepuluh menitan mencari tapi mayat itu belum ketemu di ruang pendingin. Dua puluh menit berlalu tetapi masih belum ketemu. Tiga puluh menit juga masih nggak ketemu. Salah satu teman kami mengingatkan kami kalau kemarin kapal terkena ombak dan mungkin mayatnya ada di tumpukkan bawah bercampur dengan ikan. Kami semua pun serentak bilang, “Oooh! BENAR JUGA YA!”

Kami coba menggali tumpukkan ikan selama 1 jam lebih tapi tetap kosong. Kapten pun mulai turun tangan, dia pergi mengecek ke lokasi tapi memang beneran nggak ada. Akhirnya kami masuk ke pelabuhan yang berjarak sekitar 15Km dari posisi kami menurunkan jangkar (anchor bahasa gaulnya). Kapten bilang, mungkin jika semua ikan sudah dibongkar kita dapat menemukan mayat tersebut.

Tibalah kami di pelabuhan, kapal kami disambut oleh 3 mobil polisi. Tapi saya merasa aneh, disitu malah kayak ada pendeta atau kayak orang pintarlah kalau di Indonesia, nggak ada mobil jenazah atau ambulance sama sekali padahal di atas kapal masih ada mayat ngehek. Naiklah agent ke atas kapal dengan membawa banyak pizza dan makanan yang nggak ada di laut untuk crew kapal kami.

Terjadi percakapan antara kapten dan agent.

Agent: Bagaimana Capt tentang perjalanan di trip kali ini?
Captain: Semua berjalan lancar dan aman, kecuali adanya kapal longline yang salah satu crew-nya tewas karena sakit, seperti yang saya jelaskan di email.

Note: Untuk informasi aja, walaupun kapal kami ada di samudra, kapal kami masih bisa menerima email (meski hanya mendapat qouta 25Mb/hari) dan telepon menggunakan telepon satelit yang bernama INMARSAT.

Agent: Iya Capt, kami telah menerima laporan kapten dengan jelas.

Dan disinilah saya akan mengungkap informasi kapal hantu tersebut.

Flashback

Kita balik lagi ke obrolan kapten dan agent pertama kali saat kapten menerima mayat dan kapten segera menginfokan ke agent informasi kapal tersebut.

Captain: Agent, mohon informasikan, kami telah menerima jenazah dari kapal longline dan kami tidak bisa menolak karena kapal mereka tidak memungkinkan untuk kembali ke darat, apalagi badai akan datang.
Agent: Baik kapten, tolong berikan koordinat posisi kapal Anda sekarang.
Captain: Posisi kapal kami adalah 34.482600,174.662726.
Agent: Diterima, mohon kirimkan detail kapal tersebut via email.
Captain: Ok! Saya akan mengirimnya secepatnya. (Kapten pun segera mengirim informasi tentang kapal tersebut.)

Inilah yang kita tunggu-tunggu, informasi kapal misterius tersebut. Silahkan persiapkan situs resmi untuk mengecek kapal tersebut yaitu di www.marinetraffic.com atau googling saja nama kapalnya.

Ship Particular
Name of Ship: TENYU MARU NO.2
Call Sign:
IMO: 7205491
Bla… bla… bla…

Agent: Capt, kami telah menerima laporan yang Anda berikan dan kami sadar Anda juga dalam kondisi yang baik.
Captain: Maksudnya kondisi baik apa?
Agent: Begini Capt, info kapal yang kami terima itu memang benar. Namun, kapal itu telah hilang dan kemungkinan tenggelam 18 tahun yang lalu bersama seluruh crew-nya. Lokasi tenggelamnya kapal itu tepat dimana Captain mengambil mayat itu. Kapal itu terkena hantaman badai ketika kembali ke Jepang. Kabar terakhir mengatakan hampir seluruh crew tewas bunuh diri (harakiri) di anjungan karena kapten kapal itu telah melangar aturan, kapten tersebut sudah mengetahui di jalur dia berlayar akan ada badai, namun kapten tersebut tetap nekad yang mengakibatkan tenggelamnya kapal itu.

Apa ini yang dimaksud kapten kapal misterius itu untuk tidak menyorot anjunganya. Kalau waktu itu kami sorot hal mengerikan pasti terjadi.

Agent pun melanjutkan mencari informasi ke seluruh agent lain di Jepang, dan memang benar banyak yang bertemu kapal misterius itu di lokasi tersebut, namun dipastikan jika bertemu kapal itu, pertanda kapal kita mendapat perlindungan. Nah loh! Kok perlindungan? Bukannya saya digangu terus ya?

Agent mengatakan biasanya jika bertemu kapal itu, kapal kita akan banyak menerima gangguan yang tujuannya untuk memperlambat kapal agar kapal tidak berpapasan dengan badai, agar tidak senasib seperti kapal Tenyu Maru No.2 yang dihantam badai. Benar juga sih, kalau waktu itu kapten mengambil opsi 1, sudah dipastikan kapal kami senasib. Kapal kami pun waktunya banyak terbuang ketika proses pemindahan mayat.

Inti pengalaman saya di atas adalah nggak selamanya gangguan dari makhluk halus selalu negatif. Terkadang mereka memberi petunjuk untuk keselamatan kita agar tidak bernasib sama dengan apa yang mereka alami.

Sampai sekarang kapal kami sudah tidak mengalami gangguan lagi dan semua kembali seperti semula. Saya pun pulang ke Indonesia karena kontrak saya selama 1 tahun telah berakhir.

Tenyu Maru No.2
Tenyu Maru No.2
Boneka Kimono - Tomino no Jigoku
Boneka Kimono – Tomino no Jigoku – Ini bukan gambar GIF tapi terkadang dia terlihat seperti sedang melihat ke arah Anda.

Sumber: www.kaskus.co.id