Why Me, God?

Arthur Ashe – Mengapa Saya?

If I were to say, “God, why me?” about the bad things, then I should have said, “God, why me?” about the good things that happened in my life.
-Arthur Ashe-

Arthur Ashe adalah seorang petenis kulit hitam legendaris asal Amerika. Prestasinya sungguh luar biasa. Tiga gelar Grand Slam, turnamen paling bergengsi tersimpan di lemari kacanya. Gelar itu adalah US Open (1968), Australian Open (1970), dan Wimbledon (1975). Sebuah prestasi yang sulit diraih pada masa itu.

Selesai berkarir di lapangan, dia pun gantung raket. Namun dia bernasib kurang bagus. Pada 1979, ia terkena serangan jantung. Dokter memutuskan ia harus operasi Bypass jantung. Dua kali operasi dijalankan agar Ashe sembuh.

Tapi bukan sembuh yang didapat. Operasi ternyata membawa bencana lain. Dari transfusi darah, dia mendapat virus yang sekarang dikenal dengan nama HIV pada 1983. Pada masa itu, pengawasan terhadap berjangkitnya virus ini memang masih rendah.

Kenyataan pahit ini ia sembunyikan kepada publik. Sampai akhirnya, pada April 1992, koran terkemuka USA Today menurunkan laporannya mengenai kondisi kesehatannya. Sontak publik pun tercengang. Kebanyakan dari mereka menyayangkan tragedi yang menimpa petenis yang rendah hati itu.

Sepucuk surat dari seorang pengagumnya pun sampai ke tangannya. Penggemar itu menyatakan keprihatinannya. Dalam suratnya, sang penggemar bertanya, “Why did God have to select you for such a bad disease?” Pertanyaan yang biasa saja, tapi sungguh dalam, “Mengapa Tuhan memilihmu untuk menderita penyakit ini?”

Arthur menjawab, “Begini. Di dunia ini ada 50 juta anak yang ingin bermain tenis, diantaranya 5 juta orang yang bisa belajar bermain tenis, 500 ribu orang belajar menjadi pemain tenis profesional, 50 ribu orang datang ke arena untuk bertanding, 5000 orang mencapai turnamen Grand Slam, 50 orang berhasil sampai ke Wimbledon, 4 orang di semifinal, 2 orang di final. Dan ketika saya mengangkat trofi Wimbledon, saya tidak pernah bertanya kepada Tuhan, ‘Mengapa saya yang menjadi juara?’ Jadi ketika saya dalam kesakitan, tidak seharusnya juga saya bertanya kepada Tuhan, ‘Mengapa saya?'”

Pada 6 Februari 1993, Ashe mengembuskan napas terakhirnya. Dua bulan sebelum mengembuskan napas terakhirnya, Ashe mendirikan Arthur Ashe Institute for Urban Health. Dan beberapa minggu sebelum ia wafat, Ashe masih menyempatkan diri menulis memoarnya yang berjudul “Days of Grace“.